HAFIZH JUNDU !!! HAFIZH JUNDU !!! HAFIZH JUNDU

Kamera cctv

Selasa, 09 Juni 2015

PRESTASI PSIKOLOGI PENDIDIKAN




(No.1 keterangan: from zero to hero)
Pengertian prestasi
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran.

(No.2 keterangan: usaha terus menerus dari kecil, untuk menjadi yang terbaik)
Pengertian Belajar
Untuk memahami tentang pengertian belajar di sini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar. Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20) sebagai berikut :
1)   Cronbach memberikan definisi :
“Learning is shown by a change in  behavior as a result of experience”.
“Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman”.
2)   Harold Spears memberikan batasan:
“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction”.
Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.
3)   Geoch, mengatakan :
“Learning is a change in performance as a result of practice”.
Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.
1. Al-Inba’ terdapat dalam surat al-Baqarah 31 dan 33, Allah berfirman :
Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar 1” Allah berfirman : “Bukankah sudah ku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan ?”
Dari ayat ini dapat kita lihat bahwa Allah telah mengajarkan manusia pertama yaitu Nabi Adam pada awal-awal adanya kehidupan manusia, maka dari itu penting sekali pada masa kini untuk kita terus belajar dan mencari ilmu untuk menggapai pengetahuan yang luas agar berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.

(No.3 keterangan: Terus belajar walau malas menghadang)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu faktor intern yang bersumber pada diri siswa dan faktor ekstern yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor intern terdiri dari kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Mudzakir dan Sutrisno (1997) mengemukakan  faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara lebih rinci, yaitu:
Faktor internal (faktor dari dalam diri manusia)
Faktor ini meliputi:
1)     Faktor fisiologi (yang bersifat fisik) yang meliputi:
a)     Karena sakit
b)     Karena kurang sehat
c)      Karena cacat tubuh
2)     Faktor psikologi (faktor yang bersifat rohani)logi meliputi:
a)     Intelegensi
Setiap orang memiliki tingkat IQ yang berbeda-beda. Seseorang yang memiliki IQ 110 - 140 dapat digolongkan cerdas, dan yang memiliki IQ 140 ke atas tergolong jenius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Seseorang yang memiliki IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental, mereka inilah yang banyak mengalami kesulitan belajar.
b)     Bakat
Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seseorang harus mempelajari sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya, ia akan cepat bosan, mudah putus asa dan tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau pelajaran sehingga nialinya rendah.
c)      Minat
Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhanya, tidak sesuai dengan kecakapan dan akan menimbulkan problema pada diri anak. Ada tidaknya minat terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan dan aktif tidaknya dalam proses pembelajaran.
d)     Motivasi
Motivasi sabagai faktor dalam (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari dan mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehimgga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak mau menyerah dan giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatianya tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas dan sering meninggalkan pelajaran. Akibatnya mereka banyak mengalami kesulitan belajar.
e)     Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental. Individu di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan, seperti: memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan, dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah-masalah emosional dan akan menimbulkan kesulitan belajar.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang, faktor ini meliputi :
1)     Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Yang termasuk faktor ini antara lain :
a)     Perhatian orang tua
Dalam lingkungan keluarga setiap individu atau siswa memerlukan perhatian orang tua dalam mencapai prestasi belajarnya. Karena perhatian orang tua ini akan menentukan seseorang siswa dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Perhatian orang tua diwujudkan dalam hal kasih sayang, memberi nasihat-nasihat dan sebagainya.
b)     Keadaan ekonomi orang tua
Keadaan ekonomi keluarga juga mempengaruhi prestasi belajar siswa, kadang kala siswa merasa kurang percaya diri dengan keadaan ekonomi keluarganya. Akan tetapi ada juga siswa yang keadaan ekonominya baik, tetapi prestasi prestasi belajarnya rendah atau sebaliknya siswa yang keadaan ekonominya rendah malah mendapat prestasi belajar yang tinggi.
c)      Hubungan antara anggota keluarga
Dalam keluarga harus terjadi hubungan yang harmonis antar personil yang ada. Dengan adanya hubungan yang harmonis antara anggota keluarga akan mendapat kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Hal ini dapat menciptakan kondisi belajar yang baik, sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan baik pula.
2)     Lingkungan sekolah
Yang dimaksud sekolah, antara lain :
a)     Guru
b)     Faktor alat
c)      Kondisi gedung
3)     Faktor mass media dan lingkungan sosial (masyarakat)
a)     Faktor mass media meliputi ; bioskop, tv, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada di sekeliling kita. Hal-hal itu yang akan menghambat belajar apabila terlalu banyak waktu yang dipergunakan, hingga lupa tugas belajar.
b)     Lingkungan sosial
·        Teman bergaul berpengaruh sangat besar bagi anak-anak. Maka kewajiban orang tua adalah mengawasi dan memberi pengertian untuk mengurangi pergaulan yang dapat memberikan dampak negatif bagi anak tersebut.
·        Lingkungan tetangga dapat memberi motivasi bagi anak untuk belajar apabila terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter. Begitu juga sebaliknya, apabila lingkungan tetangga adalah orang yang tidak sekolah, menganggur, akan sangat berpengaruh bagi anak.
·        Aktivitas dalam masyarakat juga dapat berpengaruh dalam belajar anak. Peran orang tua disini adalah memberikan pengarahan kepada anak agar kegiatan diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya.

A.      Pengertian Evaluasi
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.  Padanan kata evaluasi adalah assessnment yang menurut Tardif (1989) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan assessnment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita yakni tes, ujian, dan ulangan.[1]
Assessnment menurut Petty (2004) mengukur keluasan dan kedalam belajar, sedangkan evaluasi yang berarti mengungkapkan dan pengukuran hasil belajar yang pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi siswa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.[2]
Evaluasi memiliki arti lebih luas daripada penilaian. Dengan kata lain di dalam evaluasi tercakup di dalamnya penilaian. Siapapun yang melakukan tugas mengajar, perlu mengetahui akibat dari pekerjaan-nya. Pendidik harus mengetahui sejauhmana peserta didik telah menyerap dan menguasai materi yang telah diajarkan. Sebaliknya, peserta didik juga membutuhkan informasi tentang hasil pekerjaannya. Hal ini hanya dapat diketahui jika seorang pendidik (guru) melakukan evaluasi. Sebelum melakukan evaluasi, maka guru harus melakukan penilaian yang didahului dengan pengukuran. Pengukuran hasil belajar adalah cara pengumpulan informasi yang hasilnya dapat dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut skor. Penilaian hasil belajar adalah cara menginterpretasikan skor yang diperoleh dari pengukuran dengan mengubahnya menjadi nilai dengan prosedur tertentu dan menggunakannya untuk mengambil keputusan. Evaluasi hasil belajar merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
terdapat dalam surat al-Hasyr ayat 18, Allah berfirman :
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa pentingnya kita untuk selalu bermuhasabah diri,introspeksi, ataupun mengevaluasi diri terhadap apa yang sudah kita lakukan maupun apa yang sudah kita capai agar kedepannya bisa mengetahui apa kesalahan-kesalahan ataupun kekurangan apa yang ada serta mempertahankan apa yang sudah baik.
B.       Tujuan Dan Fungsi Evaluasi
1.      Tujuan Evaluasi
a)      Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. Hal ini berarti dengan evaluasi guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar yang melibatkan dirinya selaku pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswanya itu.
b)      Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya. Dengan demikian, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai penetap apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya.
c)      Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar. Hal ini berart dengan evaluasi, guru akan dapat mengetahui gambaran tingkat usaha siswa. Hasil yang baik pada umumnya menunjukan tingkat usaha yang efisien, sedangkan hasil yang buruk adalah cermin usaha yang tidak efisien.
d)     Untuk mengetahui segala upaya siswa dalam mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. Jadi, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi pemanfaatan kecerdasan siswa.
e)      Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses mengajar-belajar. Dengan demikian, apabila sebuah metode yang digunakan guru tidak mendorong munculnya prestasi belajar siswa yang memuaskan, guru sangat dianjurkan mengganti metode tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi.
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.[4]

2.      Fungsi Evaluasi
a)      Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisisan  buku rapor.
b)      Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan.
c)      Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
d)     Sumber data BK untuk memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan konseling (BK).
e)      Bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode, dan alat-alat proses mengajar-belajar.[5]

C.      Ragam Evaluasi
1.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Post test adalah kebalikan dari pretest, yakni kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.

2.      Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi pengusaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan.
3.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.
4.      Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya ialah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnistik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan belajar siswa.
5.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif kurang lebih sama dengan ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran.
6.      UAN/UN
Ujian Akhir Nasional atau Ujian Nasional pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa.


 Hubungan antara Fisika , Islam dan Psikologi










 




SURAH YANG MENEKANKAN TENTANG TEKNOLOGI
"Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah dia ciptakan dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepadaNya)." (An-Nahl:81) "Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya, dah kerjakanlah amalan yang soleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (Saba ayat 11)

Ayat-ayat ini dapat menggabungkan ketiga Cabang ilmu ini -> Di dalam surat An-Nahl dan As-Saba menjelaskan bahwa Baju besi dapat memelihara diri pada saat peperangan, baju besi dapat memelihara tubuh pada saat peperangan karena besi memiliki ketahanan yang bagus dan kerapatan massa yang cukup besar dan juga tidak mudah berkarat, tentang karat dan kerapatan massa ini bisa dijelaskan melalui Ilmu fisika, sedangkan pada saat pembuatan baju besi tersebut membutuhkan keahlian dan kreativitas yang tinggi untuk membuat baju itu semakin terlihat modis akan tetapi tetap dapat memelihara tubuh dan memberikan kenyamanan nah hal ini terdapat pada cabang ilmu psikologi pada sub bab Kreativitas.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa ketiga cabang ilmu ini ISLAM,FISIKA dan PSIKOLOGI dapat menyatu serta berkaitan satu sama lain dan memberikan kontribusi bagi kehidupan, dalam konteks ini yaitu baju besi dalam peperangan.

Kesimpulan
Intinya adalah semua prestasi yang bisa kita dapatkan berawal dari kemauan,niat,keinginan yang kuat, lalu harus direncanakan dengan sebaik-baiknya diiringi dengan doa dan tekad yang kuat, dan juga direalisasikan dengan perbuatan,usaha,belajar terus menerus tanpa rasa lelah hingga cita-cita tercapai, dan juga diakhiri dengan pengecekan atau mengevaluasi diri dari apa yang sudah dikerjakan selama ini. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
Tujuan Evaluasi  Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya, untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, untuk mengetahui segala upaya siswa dalam mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar, untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses mengajar-belajar.
ketiga cabang ilmu ini ISLAM,FISIKA dan PSIKOLOGI dapat menyatu dan memberikan kontribusi bagi kehidupan, dalam konteks ini yaitu baju besi dalam peperangan.

Minggu, 31 Mei 2015

Anak Berkebutuhan Khusus

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

 

A.    Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.

B.     Macam-Macam Anak Berkebtuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku, karakteristik,dan bentuknya yaitu:
a.      Kelompok ABK dilihat dari aspek kecerdasan (intelegensi)
Dari aspek kecerdasan, anak kelompok ini terdiri dari kelompok ABK berintelegensi di atas rata-rata (supernormal) dan kelompok ABK yang berintelegensi di bawah rata-rata (subnormal).
ABK supernormal meliputi:
1.      Super cerdas/gifted (IQ>140)
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi menonjol dan terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2)      Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3)      Berinisiatif, kreatif, dan original dalam menunjukkan gagasan.
4)      Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistematis dan kritis.
5)      Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati.
6)      Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
7)      Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah.

2.      Sangat cerdas/full bright (IQ 130-140)
3.      Cerdas/rapid (IQ 120-130)
4.      Atas normal (IQ110-120)
Kelompok ABK subnormal (tunagrahita) meliputi:
1.      Bawah rata-rata/dull normal (IQ 80-90)
2.      Moron/ border line (IQ 70-80)
3.      Debil (IQ 60-70)
4.      Imbisil (30-60)
5.      Idiot (IQ<30)
b.     Kelompok ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani kelompok anak ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
1)      Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan  sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau membedakan gelap dan terang.
2)       Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.
2.  Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat dibagi menjadi:
1)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses)
2)       Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB (mild losses)
3)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB(moderate loses)
4)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe lossses)
5)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly losses)
3. Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat gerak (tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Tunadaksa dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1)      Tunadaksa orthopaedic (orthopedicallyhandicapped) yaitu mereka yang mengalami kelainan kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
2)       Tunadaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.
Ciri-ciri anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut:
a.      Jari tangan kaku dan tidak dapat mengenggam.
b.      Ada bagian anggota gerak yang tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
c.      Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur, bergetar)
d.      Terdapat cacat pada anggota gerak
e.      Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh.
c.       Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
d.      Kelompok ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu
1.  Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap autis pada umumnya  menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata dengan orang lain, kurang suka berteman, senang menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.
2.  Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak atau aktifitas jasmani. Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak jasmani yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga dikatakan anak yang memiliki gejala – gejala perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal. Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif cukup, senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar berlangsung.
3. Anak berkesulitan belajar
Anak dengan kesulitan belajar spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan tugas akademik dan pembelajaran. Anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal bahkan ada yang diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

C.    Faktor Penyabab Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus selain sudah menjadi takdir juga karena adanya faktor – faktor tertentu yang menjadi penyebabnya. Faktor – faktor penyebab itu menurut kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga peristiwa yaitu:
a.       Kejadian sebelum lahir (prenatal)
Faktor penyebab ketunaan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunaan yang terjadi pada  ABK yang terjadi sebelum masa kelahiran dapat disebabkan  antara lain oleh hal- hal sebagai berikut:
1.      Virus Liptospirosis (air kencing tikus), yang menyerang ibu yang sedang hamil. Jika virus ini merembet pada janin yang sedang dikandungnya melalui placenta maka ada kemungkinan anak mengalami kelainan.
2.      Virus maternal rubella (campak jerman, retrolanta fibroplasia (RLF) yang menyerang pada ibu hamil dan jamin janin yang dikandungnya terdapat kemunngkinan akan timbul kecacatan pada bayi yang lahir.
3.       Keracunan darah (toxaenia) pada ibu- ibu yang sedang hamil sehingga janin tidak dapat memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga saraf – saraf di otak mengalami gangguan.
4.      Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi di kandungan yang terjadi karena ada gangguan/infeksi pada placenta.
5.      Penggunaan obat – obatan kontrasepsi yang salah pemakaiannya sehingga jiwanya menjadi goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi dalam perut.
6.      Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat secara wajar.berkembang

b.      Kejadian pada saat kelahiran
Ketunaan yang terjadi pada saat kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1.      Proses kelahiran yang menggunakan tang verlossing (dengan bantuan tang). Cara ini dapat menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan otak kurang dapat berkembang secara optimal.
2.       Proses kelahiran bayi yang terlalu  lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan zat asam/oksigen. Hal ini dapat menggangu pertumbuhan sel-sel di otak. Keadaan bayi yang lahir dalam keadaan tercekik oleh ari –ari ibunya sehingga bayi tidak dapat secara leluasa untuk bernafas yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada otak.
3.       Kelahiran bayi pada posisi sungsang sehingga bayi tidak dapat memperoleh oksigen cukup yang akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak. 

c.       Kejadian setelah kelahiran
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh setelah kelahiran pula karena faktor- faktor penyebab seperti berikut ini:
1.      Penyakit radang selaput otak(meningitis) dan radang otak(enchepalitis) sehingga menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel otak menjadi terganggu.
2.      Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam.
3.      Stress berat dan gangguan kejiwaaan lainnya.
4.      Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis media), malaria tropicana yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.

D.    Bentuk – Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan Khusus

ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu layanan pendidikannya tidak dapat dibuat tunggal atau  seragam melainkan menyesuaikan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan  anak – anak ABK dan  orang tuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Ada beberapa model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang model  terkini.
1.      Model segregasi
Merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak – anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok jenis anak normal  maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Dalam praktiknya, masing – masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan  kekhususannya tersebut. Sebagai contoh: SLB A, lembaga pendidikan untuk anak tunanetra, SLB B lembaga pendidikan umtuk anak tunarungu, SLB C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, SLB E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras dan SLB G untuk tuna ganda.
Kelebihan dari model ini adalah:
(1) anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan  semangat menyongsong  kehidupan di hari-hari mendatang
(2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya  yang sama-sama mengalami/menyandang ketunaan
(3) anak  termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan  anak lebih mudah bersosialisasi  tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan adalah:
(1) anak terpisah dari lingkungan anak  lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal
(2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya  di masyarakat
(3) anak  merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkelainan.
2.      Model kelas khusus
Sesuai dengan namanya, kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus(SLB), melainkan keberadaanya ada di sekolah umum atau reguler. Keberadaan kelas khusus ini tidak bersifat  permanen, melainkan didasarkan pada ada atau tidaknya anak – anak yang memerlukan pendidikan atau pembelajaran khusus di sekolah tersebut.
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah:
(1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan relative homogeny
(2) potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya  menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil
(3) secara  sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan diri karena berada dalam lingkungan yang normal.
Kekurangan/Kelemahannya adalah:
(1) ABK kadang- masih mendapatkan stigma negative dari sebagian temannya  sehingga dapat mengganggu/ menghambat perkembangan belajarnya
(2)  ABK dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan kategori ABK
(3) sebahagian orangtua  kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai ABK apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama ABK dalam kelas khusus
3.      Model sekolah dasar luar biasa(SDLB)
SDLB keberadaannya mirip dengan SLB yaitu sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak –anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah.
Kebaikan/Kelebihan Model ini adalah:
(1) anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja
(2) dalam  perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan komunikasi dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya
(3) secara psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri, menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
Kekurangan/Kelemahan:
(1) anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang terpisah dari
(2) anak merasakan terbatas dalam mengembangkan interaksi dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal, karena anak-anak dikelompokkan berdasarkan jenis ketunaan tertentu,  sehingga kadang-kadang timbul sikap permusuhan diantara kelompok mereka.
4.      Model guru kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan bagi ABK terutama mereka yang ada atau bermukin di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat – tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus dan sebagainya. Di tempat tersebut dibentuk sanggar atau kelompok – kelompok belajar tempat anak – anak memperoleh layanan pendidikan.
Kebaikan / Kelebihan model ini adalah:
(1) anak dapat lebih  mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke  jauh karena sudah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya
(2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat  belajar
(3) anak-anak  memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
Kelemahannya adalah:
(1) layanan pendidikan dengan  guru kunjung dalam banyak hal masih sulit diterapkan  karena memerlukan jaringan kerjasama  berbagai pihak
(2) ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain  keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran
(3) orangtua anak ABK di daerah terpencil  umumnya masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar  belajar
(4) masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar.
5.      Sekolah terpadu
Sekolah ini pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima anak – anak yang berkebutuhan khusus. Mereka belajar bersama – sama dengan anak- anak normal lainnya tanpa dipisah dinding tembok kelas. Dalam pembelajaran di sekolah mereka diajar oleh guru – guru umum, sedangkan materi – materi yang memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping yang telah ditunjuk.
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah:
(1)  anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas
(2) dari  perkembangan sosial, anak lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut
(3) secara  psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang berkategori normal.
Kekurangan / kelemahan adalah:
(1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat belajar
(2) dalam kondisi tertentu, anak   menjadi bahan olok-olokan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi tertekan
(3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada.
6.      Pendidikan Inklusi (inclusive education)
Kata inklusi bermakna terbuka, yang berarti bahwa pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Demikian pula lingkungan pendidikan yang, termasuk ruang kelas, toilet, halaman bermain, laboratorium dan lain – lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah:
(1) anak akan memperoleh keadilan layanan pendidikan, tidak dibedakan dari  anak normal sehingga secara tidak langsung dapat membangkitkan motivasi  dan gairah belajar di sekolah
(2) anak dapat berpartisipasi dalam kehidupan di sekolah tanpa memandang kekurangan  yang disandang
(3) anak merasakan  perlakuan dan persamaan hak, harkat dan martabat dalam memperoleh layanan pendidikan tanpa membedakan antara yang cacat dan yang normal
(4) anak dapat bergaul dan berinteraksi secara sehat dengan teman-temannya yang normal,  sehingga  meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi berprestasi dalam belajar.
Kekurangan dan kelemahannya adalah  untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi dibutuhkan sarana dan prasarana yang dapat mengakses kebutuhan individual anak yang tidak gampang dipenuhi oleh sekolah yang telah menyatakan diri sebagai sekolah inklusi. Untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi yang sebenarnya juga dibutuhkan tenaga pendidik dan tenaga non pendidik (seperti dokter, psikolog, konselor, dan sebagainya) yang tidak serta-merta dapat dipenuhi oleh sekolah yang memproklamirkan diri sebagai sekolah inklusi. Meskipun disebut sebagai sekolah Inklusi yang secara teoritis bisa menerima semua anak  tanpa memandang normal atau tidak normal, namun dalam praktik di lapangan sekolah inklusi biasanya hanya menerima anak cacat yang berkategori  ringan,  bukan yang berkategori sedang atau berat.

Kesimpulan
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Secara umum faktor yang menyebabkan hambatan belajar ada tiga, yaitu (1) faktor lingkungan (2) faktor internal/ diri sendiri (3) kombinasi diantara keduanya.
Model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK diantaranya adalah Model segregasi, Model kelas khusus, pmodel sekolah dasar luar biasa(SDLB), model guru kunjung, sekolah terpadu, dan pendidikan Inklusi (inclusive education).


SERING-SERING MAMPIR KESINI YAA